Minggu, 25 Maret 2012

Contoh Kasus Kognisi



Dalam kehidupan nyata yang saya hadapi, terdapat peran kognisi yang mempengaruhi kinerja tingkah laku saya.
          Misalnya, ketika saya beranjak remaja dan memutuskan untuk menjalin kasih dengan seorang pria yang menurut saya baik, saya akan memilih seorang pria yang dari luar terlihat good-looking, berpakaian bersih, tidak berantakan dan tidak meiliki bau badan.
          Namun, ketika di lain waktu saya bertemu dengan seorang pria dan memiliki ciri-ciri yang berkebalikan dari yang saya inginkan, misalnya dia berantakan, sedikit bau dan asal, saya akan memiliki persepsi bahwa lelaki itu secara ‘looking’ tidak mencerminkan seorang pria yang baik.
          Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa saya, memiliki mental set yang mengarah pada hal negatif. Saya telah menilai seseorang dari yang ‘tampak’ bukan dari ‘dalam’ yang dia miliki. Karena yang saya yakini, kepribadian seseorang dapat tampil dari apa yang terlihat dalam sesuatu yang konkret. Tidak harus selalu yang serba ‘wah’ namun cukup berpenampilan yang baik.
          Terima kasih atas perhatian teman-teman yang udah baca postingan ini. Assalammu’alaikum wr. wb. J


Jumat, 23 Maret 2012

CONTOH KASUS OPERANT CONDITIONING


           Menurut saya Operant Conditioning adalah belajar penguatan/konsekuensi dari perilaku yang dimunculkan. Sehingga Thorndike mengemukakan teori “Law Effect” dalam belajar operant ini. Adapun law effect adalah ketika perilaku yang menghasilkan hasil positif akan diperkuat (dipertahan-kan). Namun bila perilaku yang menghasilkan hasil negatif akan diperlemah (dihilangkan).
          Dalam Operant Conditioning, terdapat istilah positive dan negative reinforcement serta punishment, sebagai cara yang tepat untuk diberikan kepada individu agar dapat mengulangi bahkan menghilangkan perilaku yang telah dibuat.
          Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat beberapa kasus dalam kehidupan saya yang dapat dipertahankan atau dihilangkan perilakunya dan merupakan bentuk belajar operant, yaitu :
1.    Ketika saya berusia delapan tahun, saya mendapatkan nilai yang sangat bagus, sehingga saya menjadi juara kelas (Ranking 1). Dan saya berusaha untuk mempertahankan posisi saya sebagai juara kelas pada saat itu.
2.    Ketika saya menduduki tingkat 6 SD, saya merasakan bahwa saya tidak memiliki keahlian dalam berbahasa Inggris seperti teman-teman saya yang lain. Namun, ketika saya mulai menginjak tahun pertama SMP, saya merasakan sedikit peningkatan dalam proses saya berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris yang sederhana.
3.    Ketika saya masih berada di bangku sekolah, 3 SMA, suatu waktu saya lupa membawa buku mata pelajaran Biologi. Namun, pada pertemuan berikutnya, saya selalu membawa buku mata pelajaran biologi.

Dari 3 kasus yang saya temukan, terbersit pertanyaan, mengapa saya bisa merubah bahkan mempertahankan perilaku saya?

Pembahasan

Untuk kasus pertama :

Dalam kasus ini, saya diberikan reinforcement positif untuk dapat mengulangi perilaku saya. Reinforcement positif merupakan penguatan yang diberikan agar perilaku dapat terus dilakukan atau dipertahankan. Pada kasus ini, Reinforcement positif adalah kesempatan untuk bermain-main di Taman Ria dengan menunjukkan Hasil Rapport saya (menunjukkan Ranking 1,2 dan 3) secara gratis.
Hasilnya :
Saya belajar terus bersungguh-sungguh agar saya dapat mempertahankan juara saya dan serta-merta dapat bermain-main di Taman Ria (pada saat itu) secara gratis.

Untuk kasus kedua :

Dalam kasus ini, saya diberikan reinforcement negatif (oleh guru saya) untuk dapat mengurangi atau mengubah perilaku saya. Reinforcement negatif merupakan penguatan yang diberikan agar perilaku dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Pada kasus ini, Reinforcement negatif merupakan bentuk penganak-tirian dari Guru SD saya karena saya tidak dapat berbahasa Inggris dengan baik, seperti teman-teman kebanyakan.

Hasilnya :
Ketika saya duduk di bangku SMP, saya mulai belajar dengan baik (bahsa Inggris khususnya) agar saya tidak dianak-tirikan oleh Guru saya. Sehingga saya mengalami peningkatan dalam bidang Bahasa Inggris ketika saya SMP.

Untuk kasus ketiga :
Saya tidak membawa buku Biologi  Saya tidak diizinkan berada di dalam kelas
Dalam kasus ini, saya diberikan punishment (hukuman) untuk dapat menghilangkan perilaku saya. punishment merupakan hukuman yang diberikan dengan maksud untuk menghilangkan/memus-nahkan sebuah perilaku. Pada kasus ini, punishment merupakan sikap guru saya yang tidak mengizinkan saya masuk ke dalam kelas karena saya tidak membawa buku biologi

Hasilnya :
Pada pertemuan berikutnya, saya akan selalu membawa buku Biologi dan tidak pernah ketinggalan.

Memory



Refleksi Memory dalam Kehidupan Sehari-hari J

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dihadapkan dengan berbagai macam kejadian yang terjadi. Ketika kita diberikan perintah oleh Ibu kita untuk membantunya membelikan beberapa macam barang di sebuah warung, dan sesampainya kita di warung tersebut, kita lupa pada sebuah/beberapa barang yang diperintahkan oleh ibu kita untuk dibeli, disitu akan terjadi gangguan pada memori kita.
          Dalam hal ini, ketika Ibu kita menginstruksikan secara lisan, barang-barang apa saja yang harus dibeli, kita tidak memberikan cukup atensi pada sebuah/beberapa barang yang disebutkan. Misalnya, ibu menyuruh membeli gula, telur, beras, dan sabun. Tiba-tiba kita lupa untuk membeli sabun. Karena, kita telah mengelompokkan di dalam ingatan kita barang-barang yang harus kita beli sebagai makanan pokok sehari-hari, bukan perlengkapan untuk mandi. Sehingga keadaan ini  tersimpan di dalam Short Term Memory.
          Bahkan dalam sebuah peristiwa, saya bisa sangat ingat, bahkan kejadian yang terjadi belasan tahun yang lalu. Misalnya ketika SD, saya melihat seorang teman tidak sengaja dipukul guru hingga tangannya mengeluarkan darah. Saya masih sangat ingat kronologisnya, karena kejadian itu tepat terjadi di depan saya. Sehingga keadaan ini tersimpan di dalam Long Term Memory.

Sabtu, 17 Maret 2012

Intelligence

Raymon Cattell dkk.. mengklasifikasikan inteligensi dalam dua kategori, yaitu:
a. Fluid Intelligence (Kecerdasan Cair)
b. Crystallized Intelligence (Kecerdasan Kristal)

Teori ini dicetuskan pada tahun 1960-an oleh Raymond Cattell dan John Horn. Teori kecerdasan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori General Intelligence. Dalam Teori Kecerdasan Cair dan Kecerdasan Kristal dinyatakan bahwa ada dua kecerdasan umum.

a. Fluid Intelligence (Kecerdasan Cair)
Fluid Intelligence adalah kecerdasan yang berbasis pada sifat biologis. Kecerdasan cair meningkat sesuai dengan pertambahan usia, mencapai puncak pada saat dewasa dan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh. Intelligence Fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 atau 15 tahun.

b. Crystallized Intelligence (Kecerdasan Kristal)
          Crystallized Intelligence adalah kecerdasan yang diperoleh dari hasil pembelajaran dan pengalaman hidup. Jenis kecerdasan ini dapat terus meningkat, tidak ada batasan maksimal, selama manusia masih bisa dan mau belajar. Crystallized Intelligence dapat terus berkembang sampai usia 30-40 tahun bahkan lebih.

Sumber :
Batumakjage.blogspot.com/2011/06/apa-itu-kecerdasan-cair-dan-kecerdasan.html

Jumat, 16 Maret 2012

Psikologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran


Selamat Pagiii !!
Hari ini kita bakal ngebahas mengenai psikologi Pendidikan dan Teknologi Belajar.

Sebelumnya kita harus tau dulu apasih Psikologi Pendidikan???

Psikologi Pendidikan itu adalah adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.

Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif. 

Hari ini, persoalan belajar yang dihadapi oleh anak-anak adalah teknologi belajar yang memungkinkan untuk mendukung belajar-mengajar didalam kelas. Dilihat dari sudut Psikologi, yang harus diperhatikan adalah aspek kognitif, afektif maupun psikomotor si anak.

Berikut ini adalah cara yang tepat untuk dapat mengembangkan 3 aspek yang dimiliki oleh anak adalah:

1. Teacher-Centered
Metode ini merupakan fokus/perhatian terhadap perencanaan/ instruksi yang diberikan oleh guru. Sehingga dalam pendekatan ini, perencanaan dan instruksi ini dijaga ketat oleh guru yang    mengarahkan pembelajaran terhadap murid

2. Learner-Centered
Metode ini fokus pada siswa/murid. Dalam sebuah studi, persepsi murid terhadap lingkungan pembelajaran yang positif dan hubungan interpersonal dengan guru merupakan faktor paling penting dalam peningkatan prestasi si anak. 

Kembali kepada teknologi, teknologi merupakan bagian dari alat pendidikan yang sudah merevolusi di semua bagian negara. Setiap proses belajar-mengajar sudah menggunakan teknologi yang serba cepat agar dapat menerima informasi secara cepat dan akurat. Internet adalah salah satu fasilitas yang sangat dekat dengan para pendidik maupun yang dididik. Karena terdapat beberapa akses internet di tempat-tempat tertentu, tanpa memungut biaya (gratis).

Hal ini memungkinkan untuk menggunakannya dimana saja, kapan saja. Apalagi di dalam internet terdapat search engine seperti google yang memfasilitasi para pengguna internet untuk mendapatkan informasi apapun tanpa ada batasnya.

Psikologi Pendidikan Edisi Kedua (J.W Santrock)

Sabtu, 10 Maret 2012

Contoh Kasus Classical Conditioning



Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri saya. Nama saya Darmayantie Syahputri tapi biasanya keluarga dan teman-teman saya memanggil saya dengan sebutan dinda. Lahir dengan selamat di dunia dan satu-satunya produk Tuhan yang limited (point terakhir ini kurang penting, bisa diabaikan) 
                Dalam setiap aspek tingkah laku dalam kehidupan kita, terdapat sebagian besarnya merupakan hasil belajar yang kita lakukan. Belajar dalam pengertian saya sendiri merupakan proses yang terjadi dalam kehidupan kita dan terjadi secara berkelanjutan hingga akhir hayat kita, serta menghasilkan sebuah perubahan dalam sudut pandang kognitif, afektif maupun psikomotor (tingkah laku), baik yang kita tampilkan secara langsung ataupun bersifat abstrak. Sehingga belajar tidak hanya menghasilkan sesuatu yang positif, sehingga dalam proses belajar yang dilakukan, setiap orang harus dapat menyaring informasi yang didapatkan dari lingkungan luar sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan pengaruh negatif dari luar (lingkungan).
                Classical conditioning sendiri merupakan bagian dari proses belajar yang kita alami, baik yang kita sadari ataupun tidak. Dalam contoh kasus yang akan saya paparkan adalah mengenai pengalaman yang terjadi dalam kehidupan saya yang merupakan bagian dari classical conditioning.
                Suatu saat (sekitar 12 tahun yang lalu), ayah saya membeli sebuah mobil yang memiliki suara mesin yang sangat keras. Bahkan, dari jarak 200 meter suara mobil tersebut dapat terdengar dengan cukup jelas. Jadi, suatu ketika ayah saya pulang kerja dengan menggunakan mobil barunya tersebut. Ketika dia hendak memarkirkan mobilnya ke garasi dia tidak membunyikan suara klakson sebagai tanda bahwa ia sudah pulang dan hendak minta tolong dibukakan pagar untuk memarkirkan mobilnya. Dia menganggap bahwa , suara klakson hanya akan mengganggu tetangga di sekitar rumah kami. Jadi, pada saat itu saya masih belum terbiasa dengan suara mesin tersebut, sehingga butuh waktu beberapa lama untuk dapat mengetahui bahwa suara yang berasal dari luar itu adalah suara mobil ayah saya. Hingga suatu ketika ayah saya menegur saya karena tidak membukakan pagar padahal ayah saya sudah menunggu untuk dibukakan.
                Keadaan ini terjadi lebih dari satu kali, sehingga saya belajar untuk dapat mendengarkan suara mesin mobil  ayah saya dengan tepat. Hingga pada akhirnya saya dapat membukakan pagar sesuai waktu kedatangan ayah saya (walaupun tetap tidak membunyikan klakson), tanpa ada insiden ditegur, kecuali apabila saya shalat atau mandi atau melakukan aktivitas lain yang tidak memungkinkan saya untuk membukakan pagar.
                Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana penjelasannya?



Pembahasan
                Dalam Classical Conditioning terdapat istilah sebagai berikut :
UCS        : Stimulus (rangsangan) yang menghadirkan respon alamiah.
UCR       : Respon/reaksi yang diberikan secara alamiah
CS           : Stimulus yang tidak akan menghasilkan respon apabila tidak dipasangkan dengan UCS
CR           : respon yang diberikan ketika didatangkan stimulus netral tanpa dipasangkan dengan UCS.

                Dalam kasus ini, saya akan menjelaskan bagaimana saya bisa belajar untuk merespon stimulus yang didatangkan kepada saya dengan frekuensi dan timing yang tepat.
Sebelum pengkondisian
·         Suara mesin mobil tanpa klakson                               diam tanpa respon
Pengkondisian
·         Suara mesin mobil + ditegur                                         membukakan pagar
(Stimulus netral + UCS)                                                      (UCR)
                Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Dengan waktu jeda antara suara mesin mobil dan tidak dibukakan pagar dengan ditegur dan dimarahi sekitar 5 menit. Sehingga, setelah beberapa waktu kemudian, pola telah berubah menjadi :
Setelah pengkondisian
·         Suara mesin mobil                                                            membukakan pagar
(CS)                                                                                             (CR)
                Hingga akhirnya, saya terbiasa untuk membukakan pagar pada saat ayah saya pulang bekerja tanpa ada kode klakson yang dibunyikan. 

Jumat, 09 Maret 2012

Fenomena Pendidikan Media Online



Bagaimana pandangan dan penilaian kelompok anda sehubungan dengan kewajiban setiap mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Psikologi Pendidikan 3 SKS tahun 2011/2012 harus memiliki e-mail dan blog ditinjau dari uraian Psikologi pendidkan dan fenomena pendidikan di Indonesia, Medan khususnya?
Penjelasan :
Menurut  kelompok  kami cara pembelajaran dengan menggunakan media sosial khususnya internet dapat membentuk kepribadian yang lebih berani bagi mahasiswa dimana dengan media tersebut khususnya blog, mahasiswa bisa mengungkapkan pendapat dan konsep mengenai suatu mata kuliah. Dimana dia belum pernah berani mengungkapkan pemahannya tersebut secara langsung pada saat tatap muka mata kuliah.
Perilaku berani dalam merespon mata kuliah psikologi melalui gaya baru media sosial online, menghadirkan pola keaktifan dalam diri mahasiswa tersebut. Contoh konkretnya adalah, ketika dalam proses pembuatan e-mail maupun blog dalam rangka mendukung proses belajar-mengajar lewat media sosial internet, terdapat beberapa masalah yang terjadi. Mulai dari kegagalan koneksi ataupun faktor lainnya. Mahasiswa dalam hal ini bertindak aktif (asertif) terhadap dosen untuk dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dalam pembuatan blog tersebut. Praktik ini mendukung teori John Dewey yang menitikberatkan psikologi pendidikan pada keaktifan siswa/mahasiswa.
Belajar menggunakan media sosial seperti email dan blog pada MK. Psi. Pendidikan ini  juga membuat kita mengetahui suatu metode  pembelajaran yang baru dan berbeda dari biasanya  dimana kita dapat melakukan diskusi dengan teman kita secara online tanpa harus  melakukan tatap muka.
Melalui kuliah online ini juga kita dapat lebih kreatif lagi dalam mengeluarkan ide dan pikiran kita dengan tanpa dibatasi oleh rasa takut untuk mengeluarakannya di depan umum. Kita bisa lebih melatih kemampuan kita untuk merangkai kata demi kata supaya terlihat lebih menarik dan mudah dipahami. Di blog juga kita bisa mengeksplor hobby kita tentang sesuatu dan dengan tidak langsung blog tersebut juga dapat mencerminkan kepribadian kita dan apa yang kita suka.
Dampak negatifnya adalah kalau pembelajaran dilakukan melalui media online, kemungkinan besar peserta didiknya tidak mengikuti kuliah tersebut semaksimal mungkin. Melainkan mereka bisa lebih cenderung bermalas-malasan.
Selain itu, jaringan internet terkadang mengalami gangguan yang menghambat proses belajar secara online dan terbatasnya fasilitas yang ada misalnya tidak memiliki PC dan jaringan internet membuat mahasiswa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk ke warnet.
Jadi kesimpulannya, kelompok kami mendukung pembelajaran melalui media online. Walaupun terdapat dampak negatif di dalamnya, tetapi dampak positif lebih mendominasi.

Senin, 05 Maret 2012

Untitled



Halo teman-temannnn sesama pasien berobat jalannn :)
apa kabaaarrr? Harus tetep baik dan semangattt yaaa :D
Kalo boleh jujur yaa, ini itu pertama kalinya aku buat blog dalam rangka mendukung proses dalam
belajar mengajarr.
Mungkin karena jaman udah canggih juga, ga butuh terlalu banyak kertas buat nge-print tugas (paperless),
Selain itu buat mengefisiensikan waktu, jadi kita bisa belajar dimanapun dan kapanpun asal ada akses untuk internet.
Walaupun (agak) gaptek, tapi kalo udah namanya kebelet harus buat, maka jadilaah blog aku yang sederhana ini.
Terimakasih sangat spesial buat Novika Susi Lestari yang udah bantuin dari awal sampe jadi ini blog trus Siti Habibah Rhadiatullah yang udah minjemin laptop hehe.

mungkin ini postingan pertama yaa, karena isinya pun gajelass daripada makin ngawur mending diudahin dulu kaliyaaa.
untuk terakhir, makasih buat Bu Filia Dina Anggaraeni yang udah buat sistem belajar gini. Di wadah yang emang sedang digandrungin anak-anak muda jaman sekarang hehe.

wassalam :*