Jumat, 04 Mei 2012

Anak Berkebutuhan Khusus (Slow Learner)





 untuk Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain:  tunanetra, tunarungu,  tuna-grahita, tunadaksatunalaraskesulitan belajargangguan perilakuanak berbakat, anak de-ngan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat ataupun Slow Learner. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Kebanyakan anak SL mengalami kesulitan belajar, sehingga butuh sekolah khusus yang fokus menanganinya. Terapi, konsultasi dokter, dan psikolog merupakan cara penanganan yang tepat. Jika telah berbiasa dan mampu mengejar ketinggalan, mereka dapat mengikuti proses belajar di sekolah umum. “GH  tidak hanya mendidik, tetapi juga memberikan terapi dan mengajarkan mereka untuk bersosialisasi,” ungkap ibu tiga putra ini. Berkebutuhan khusus bukan berarti tidak bersosialisasi.
Anak dengan bawaan SL memiliki ciri fisik normal. Tapi saat di sekolah, mereka sulit menangkap materi, responnya lambat, dan kosa kata juga kurang. Sehingga, saat diajak berbicara, kurang jelas maksudnya atau sulit nyambung. Bila dipaksa dan ditekan untuk belajar, mereka akan menjadi putus asa. Di GH, anak-anak tersebut diajak menyesuaikan diri dengan lingkungan ‘normal’.
Saat berada pada kondisi putus asa, anak SL mudah menerima pengaruh negatif. “Salah satu anak didik kami, merasa tersisihkan begitu bekerja di lingkungan normal. Lingkungan memaksa mereka harus menyesuaikan diri. Dalam dunia kerja tidak ada kata toleransi bagi anak SL,” jelasnya.
Dalam rangka menghindari banyaknya tekanan, yang terbaik adalah orang tua si  anak SL memiliki suatu usaha sendiri. Sehingga, saat anak sudah tidak bersekolah, maka mereka dapat bekerja tanpa mendapat tekanan. Anak SL lebih mudah diajari keterampilan bekerja daripada menghafal materi sekolah. Dalam hal akademik, anak SL memang punya kekurangan. Tapi untuk bersosialisasi mereka sama dengan anak normal. 
pendapat mereka mengenai sebuah materi. Ditambah, terdapat dominasi responden yang memiliki kecenderungan untuk memakai fasilitas chatting, yang notabene juga merupakan metode yang dipakai dalamproses belajar Blended Learning.





Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus (Slow Learner)

Dari ciri-ciri tersebut anak Slow Learner harus diperlakukan beda dengan anak-anak normal lainnya. Memang jika diperhatikan secara sekilas anak slowlearner dalam segi fisik tidak ada perbedaan dengan anak normal, akan tetapi dalam segi psikis lah dapat diketahui dengan pasti bahwa mereka slowlearner atau setelah diadakan tes kecerdasan, dan setelah diketahui tingkat kecerdasannya maka guru harus dapat menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya.

Bila anak slowlearner kesulitan dalam belajar atau kesulitan dalam menerima materi pembelajaran yang disampaikan guru, maka untuk mngatasi hal tersebut guru harus berusaha agar materi pembelajaran mudah diserap dan diingat oleh anak slowlearner, untuk itu sekolah dapat menyediakan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak slowlearner
       Anak Slowlearner  berbeda dengan anak debil baik dari segi fisiknya maupun psikis, oleh karena itu kemampuannyapun juga berbeda bila anak debil tidak dapat menyelesaikan pendidikannya sampai sekolah dasar maka anak slowlearner ini masih dapat menyelesaikan pendidikannya pada sekolah dasar bila dapat pelayanan yang sesuai. Apabila keluarga, guru dan masyarakat sudah mengetahui dan menyadari kemampuan anak dan juga berusaha membimbingnya maka anak tidak akan pesimis dan timbul rasa percaya diri, yang akhirnya bergaul dengan masyarakat tidak malu.
Dalam pendidikan di sekolah, bila anak ini dicampur dengan anak normal dan tanpa pelayanan tambahan dari pihak sekolah maka akan merugikan diri anak, akibatnya anak akan selalu ketinggalan dalam memahami semua pelajaran. Untuk itu perlakuan khusus pada anak-anak seperti ini harus diberikan pelajaran tambahan dengan metode yang kongkrit seperti melihat gambar, video ataupun peragaan. Karena media-media seperti inilah yang akan menjembatani pemahaman mereka terhadap pelajaran yang diberikan sebagai contoh :
Bila guru menjelaskan materi pelajaran yang sulit diterima oleh siswa maka guru tersebut harus mengulang berkali-kali, dan hal ini akan mengakibatkan tidak tercapainya target pembelajaran. Jika guru mengerti bahwa diantara siswa tersebut ada siswa slowlearner maka guru akan mencari metode yang tidak mengganggu anak normal lainnya seperti menggunakan media gambar atau video ataupun dapat dibantu dengan menunjukkan model yang baik.
Hal ini sesuai dengan definisi prestasi belajar sebagai kemampuan seseorang untuk mencapai pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman belajar yang di kemukakan oleh Sumadi Suryabrata(1983:30).
Untuk itu diharapkan guru dapat mengoptimalkan media pembelajaran yang ada disekolah agar dapat memperlakukan siswa slowlearner secara baik dan benar.

Sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar